samedi 5 décembre 2015

Hiking the highest volcano in Indonesia 3805 Masl

“Sekepal tanah surga tercampakkan ke bumi”, begitulah seorang penyair menamai daerah Kerinci. Pantas saja penyair tersebut menyematkan title tersebut karena Kerinci memiliki bentang pemandangan alam yang hijau, indah, asri dan tenang. Kerinci terletak di ketinggian 1600 mdpl dan terdapat gunung yang menjadi atap tertinggi di pulau Sumatra. Sekaligus menjadi gunung tertinggi kedua di Indonesia, yaitu gunung Kerinci dengan ketinggian mencapai 3805 mdpl. Gunung kerinci merupakan gunung yang masih aktif dan masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Bagi orang yang hobi mendaki, Kerinci merupakan salah satu gunung yang menjadi impian para pendaki untuk disinggahi dan menapakkan kaki di puncaknya. Alhamdulillah, saya akhirnya bisa meninggalkan jejak kaki saya di puncak Kerinci pada tanggal 19 September 2015.
Tugu Macan Desa Kersik Tuo
Saya berangkat ke gunung Kerinci bersama 3 orang teman dari Jakarta (Bang Efan, Mbak Mira dan Bang Abel). Touchdown safely di Bandara Minangkabau Padang pukul 12.00 WIB, kami langsung menuju basecamp Kerinci di desa Kersik Tuo, Kec. Kayu Aro, Kab. Kerinci. Perjalanan dari bandara ke basecamp memakan waktu ± 8 jam menggunakan travel dengan harga Rp 170.000/orang. Sesampainya di basecamp pukul 21.00 WIB, 2 orang dari Palembang (Eki dan Beni) sudah tiba terlebih dahulu menunggu kami. Kami langsung bincang-bincang sebentar, istirahat dan packing ulang barang yang akan dibawa besok trekking.
Rute dari bandara Minagkabau, Padang ke desa Kayu Aro, Kerinci, Jambi
Selfie bareng sebelum pendakian
Besoknya setelah mandi dan makan, tepat pukul 08.00 WIB kami berangkat menuju pintu rimba. Untuk menuju lokasi pintu rimba, kami harus naik kendaraan sewaan karena lokasinya lumayan jauh dari basecamp. Lalu kami mampir ke pos perijinan sebelum masuk pintu rimba. Di pos perijinan kita harus membayar tiket masuk pendakian Rp 7.500/hari. Kalau nanjaknya 2-3 hari tinggal dikalikan dengan nominal tersebut. O iya, selama pendakian kami ditemani 2 orang kincai guide and porter ter-hits dah disono (Bang Ijat dan Bang Yudha). Wkwkwk :p
Shelter 1
Sekitar pukul 09.00 WIB, kami memulai perjalanan mendaki dari pintu rimba menuju pos 1 bangku panjang sekitar 20 menit. Lalu ke pos 2 batu lumut dan pos 3 pondokan. Setelah pos 3 ada shelter 1 berupa dataran luas cukup untuk ngecamp disitu. Konon sih ada penunggunya kalau malem, namanya mbak s*ci, rambutnya panjang pakek baju putih gituh (cerita orang-orang di basecamp). Oke forget about the rumor, di shelter 1 kami tiba tengah hari. Sekalian istirahat makan siang selama satu jam. Habis itu menuju shelter 2 yang jaraknya lumayan lama sekitar 2 jam. Di shelter 2 pas waktu itu sih kagak ada plakat (ilang ditelan macan kali ya wkwkwk). Habis shelter 2 ini nih jalanan putus semasa yang paling terkenal di jalur gunung Kerinci, jalur akar selokan air. Jadi nanjaknya kadang harus lewat akar-akar pohon gitu kayak terowongan. Belum lagi nglewatin pinggir selokan dan harus pegangan ke akar supaya keseimbangan badan tetap terjaga. Unik banget deh pokoknya, beda dari gunung di Jawa (kayak udah menapaki semua gunung di Jawa aje dah loh wkwkwk). Nah, perjalanan dari shelter 2 ke shelter 3 kurang lebih selama 2 jam juga. Waktu itu ane tepat tiba di shelter 3, jam 5an sore. Langsung buat tenda pas kenceng-kenceng banget anginnya. Habis itu makan, buat PR banyak dari rumah, habis itu istirahat buat siap2 nanjak pagi-pagi banget. O iya, rumor lagi nih. Katanya di shelter 3 ada penunggunya juga. Namanya mbah jen*got. Konon je*nggotnya itu puanjang sampek melebihi kaki gitu. Tapi Alhamdulillah sih ya, ane tau cerita-cerita ini pas udah di basecamp. Jadi enggak sreng sreeeng gimanaaa gitu pas tidur dan pas banget waktu itu ane tidur di tenda sendiri pula. Hmmm tapi ya alhamdulillah gak ada apa-apa kok selama niat mendakinya itu baik. Hehehehe… Yang ada mah gemetar terus awak nih, dinginnya enggak ketulungan di shelter 3. Maklum ya ketinggiannya aja udah 3000an lebih disitu.
Shelter 3
Keesokan harinya, ane dibangunin sama bang Ijat sekitar pukul 03.00 pagi untuk mengejar sunrise. Perjalanan dari shelter 3 ke puncak membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam waktu normal. Vegetasi tumbuhan mulai berkurang yang menandakan jalur ke puncak mulai berpasir. Sebelum tiba di puncak terdapat tugu memoriam untuk mengenang seorang pendaki yang konon hilang raganya dan hanya menyisakan peralatan pendakiannya, yaitu Tugu Yudha. Sebenarnya enggak hanya tugu Yudha aja sih, ada beberapa gundukan batu juga yang menandakan makam pendaki hilang. Tapi yang terkenal ya si Tugu Yudha itu.
Setelah itu sampai di puncak sekitar pukul 06.00 pagi. Langsung cap cus foto-foto. Kebenaran waktu itu banyak kelompok yang bebarengan sama kita. Jadi foto di plakat 3805 mdpl ngantrinya minta ampun dah. Hufft..
Habis selesai menikmati indahnya pemandangan alam dari pucuk tertinggi di Sumatra. Kami langsung turun ke camp. Tiba di camp langsung makan dan minum. Kemudian packing tenda dan carrier, siap-siap turun. Super fast track dah kalau turun. Kami mulai turun pukul 10.00, langsung istirahat sejenak di shelter 1 pukul 13.00-an. Lanjut lagi jalan sampai pintu rimba deh, kadang berhenti sejenak di pos 3, pos 2 dan pos 1. Tiba di basecamp sekitar setengah 5 sore. Langsung nyari toko, beli es. Eeeladah, ternyata yang punya toko orang jawa. Ngewes ngomong jowo wes hahhaha (gak fokus).
The only one taken photo on the peak was blur itu membuat hati dongkol sekaleee :(
Tips untuk naik gunung Kerinci sih yang penting pintar-pintar milih cuaca dan musim aja waktu kesana. Kayak ane kebeneran pas ada bencana alam kabut asap dah. Jadi gunungnya agak ngerokok-rokok gimana gitu kalau dipandang dari basecamp enggak sedep banget. L Kemudian porter/guide hubungin bener-bener jauh-jauh hari buat booking pas mau nanjak hari H. Sekalian deal-in harga per harinya berapa (penting). Logistik yang penting safety aja buat sampai beberapa hari pendakian. O iya hati-hati mungkin ya antara pos 2-pos 3. Katanya disitu sih kalau beruntung (hufft, amit-amit), bakal nemuin seliweran macan/harimau Sumatra. So be careful since your hiking.


Iya sekian dulu pengalaman admin waktu mendaki gunung ini ya. Even it’s the highest volcano but it’s not the best hiking mountain I ever climbed. But still everybody will have a different memory, won’t it? ;) So enjoy your time to hike this mountain. See you~
Au sommet du mont Kerinci 3805 metre d'altitude avec mes amis
Lereng gunung Kerinci
Jalur ke Puncak
The highest volcano, "I did it" ;)
Tugu Macan

jeudi 3 décembre 2015

Daylight; Go Ahead

Sebenarnya saya mau memposting ini setelah sehari benar-benar pergi dari sana, pas akhir bulan november. Tapi enggak apa-apa lah yang penting udah ke upload. Here we go curhatan saya about Pesantren Luhur. ;)
Logo Pesantren Luhur
Here I’m waiting, I’ll have to leave soon
Disini aku menunggu, aku harus segera pergi
Why am I holding on?
Kenapa aku bertahan?
We knew this day would come, we knew it all along
Kita tahu hari ini akan tiba, kita sudah lama tahu
How did it come so fast?
Bagaimana saat ini datang begitu cepat?
This is our last night but it’s late
Ini adalah malam terakhir kita, tapi sudah terlalu larut
And I’m trying not to sleep
Dan aku berusaha tak tertidur
Cause I know when I wake, I will have to slip away
Karena aku tahu saat terbangun,aku harus pergi

Chorus;
And when the daylight comes I’ll have to go
Dan ketika pagi menjelang, aku harus pergi
But tonight I’m gonna hold you so close
Tapi malam ini aku kan mendekapmu erat
Cause in the daylight we’ll be on our own
Karena saat pagi datang, kita akan berpisah
But tonight I need to hold you so close
Tapi malam ini aku harus mendekapmu erat
Oh-woah oh-woah oh woah

Here I’m staring at your perfection
Disini aku menatap kesempurnaanmu
In my arms, so beautiful
Dalam dekapanku, begitu cantik
The sky is getting bright, the stars are burning out
Langit mulai terang, cahaya bintang mulai pudar
Somebody slow it down
Seseorang, perlambatlah waktu
This is way too hard, cause I know
Ini sangat berat, karena aku tahu
When the sun comes up, I will leave
Ketika mentari tiba, aku kan pergi
This is my last glance that will soon be memory
Inilah terkahir kali kulihat dirimu yang kan segera menjadi kenangan
Back to Chorus;

I never wanted to stop
Aku tak pernah ingin berhenti
Because I don’t want to start all over, start all over
Karena aku tak ingin mengulang segalanya
I was afraid of the dark
Aku takut kegelapan
But now it’s all that I want, all that I want
Tapi kini, hanya itulah yang kuinginkan
Back to Chorus;
Oh-woah (yeah), oh-woah (yeah), oh-woah (yeah)

Sekedar selayang lagu dari Maroon 5 yang menggambarkan adanya perpisahan antara dua orang ketika pertemuan yang mengenalkan keduanya. Mungkin mereka sadar akan jalan hidup masing-masing yang ditempuh berbeda. Akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah. Keadaan, waktu, dan pandangan hidup memaksa salah satunya harus segera pergi untuk meneruskan kembali jalan hidup yang ia pilih.
Bangunan kokoh Pesantren Luhur Malang
Kali ini sengaja mengutip lagu tersebut karena terbawa perasaan banget (baper) hehhe. Iya, sudah kurang lebih 4 tahun aku mencari ilmu di bumi Arema ini. Dan tak terasa 4 tahun pula lah aku bertahan dan berada di pesantren luhur (LTPLM) saat masuk di tahun 2011. Banyak sekali pengalaman, momen-momen; senang, sedih, bahagia, kecewa dan kehilangan yang ku rasakan.

Sempat di tahun pertama dan kedua rasanya ingin sekali hengkang dari tempat aku menuntut ilmu agama disini karena tak kerasan. Namun perlahan pikiran dan hati ini mulai terbuka dan sadar di tahun ketiga akan pentingnya mencari barokah, doa, ilmu dari pesantren.
Masa-masa sulit pun datang di akhir tahun 2013 ketika pengasuh pesantren kami lebih dulu meninggalkan para santrinya ke tempat beliau benar-benar beristirahat dari perjuangannya menegakkan agama islam.
Pengasuh Pesantren Luhur Malang
Prof.Dr.K.H.Achmad Mudlor, S.H
Ada saat kami para santrinya menangis tiada terkira atas kepergian beliau. Aku sendiri pun tak bisa menahan air mata yang keluar dari pelupuk mata ini. Betapa sebentarnya aku mengenal beliau dan hal yang aku takutkan dalam pikiran pun datang ‘gimana keadaan pesantren ini kalau benar-benar ditinggal sama abah ya ?’. sempat ada senior yang menjawabi saya ‘hussh,,, ngomong opo toh.. gak ilok.’. Begitu kira-kira tegur salah seorang senior.
Ya itulah beberapa momen terbesar bagi saya di pesantren ini. Ya mungkin masih banyak hal-hal atau kejadian yang hanya bisa aku simpan saja tanpa harus dijelaskan disini.
Kini meski begitu berat hati ini, tiba saatnya ku harus melanjutkan kembali perjalananku menyongsong masa depan dan meneruskan perjuangan dalam menggapai mimpi. Jalan yang ku ambil/pilih adalah harus meninggalkan pesantren pertamaku ini. Aku tidak benar-benar pergi meninggalkan pesantren ini. Tapi hanya mencukupkan waktu yang ku punya untuk pesantren ini dan melanjutkan kembali langkahku dengan tak tinggal lagi di pesantren. Yeaah, tidak mudah memang. Tapi harus ikhlas untuk bisa melangkah lebih maju dari sekarang. Kenagan yang telah tercipta selama aku disini, terima kasih banyak. Terima kasih segala pelajaran, orang-orang di dalam pesantren, teman-teman blok Azka yang beregenerasi dari generasi pertama ke generasi setelahnya (penulis salah satu generasi pertama penghuni blok tersebut).
HARLAH Pesantren ke 15
Penghuni Azka Generasi Pertama :v
Semoga semuanya (para santri) tetap mempertahankan kebiasaan-kebiasaan (jama’ah, istighatsah setelah sholat jama’ah shubuh dan maghrib, halaqoh dan ro’an pesantren dll.) yang sudah dijaga adatnya dari almarhum pengasuh ketika masih ada hingga sekarang beliau telah wafat. Penulis pun tak lupa memohon maaf atas kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja, menyakiti dengan perkataan lisan maupun perbuatan. Maaf belum bisa berjuang penuh di pesantren Luhur. Sekali lagi maaf beribu-ribu maaf.
Semoga barokah tetap menyertai para santri, para alumni dan para ahlul ma’had (santri yang menetap selama lebih dari 4,5 tahun) dari Pesantren Luhur Malang. Aamiin. Wallahu’alam.
Buka bersama puasa Ramadhan tahun 2015 w/ Azka Family
Kumpul bukber se-angkatan pesantren (SAHUR 2011)

dimanche 21 juin 2015

Hiking Mount Penanggungan 1653 Masl

Dengan menyambut datangnya bulan puasa Ramadhan 1436 H, saya melakukan aktifitas outdoor pada tanggal 06 Juni 2015 dengan mendaki gunung (Hmm, apasih ini hubungannya puasa sama aktifitas outdoor? Nggak korelasi banget :’v) di kawasan Mojokerto, yaitu gunung Penanggungan. Gunung ini (yang saya tahu) bisa didaki dari Trawas dan Jolotundo. Nah waktu itu, ane memilih jalur Trawas yang katanya jalur favorit para pendaki. Dan kalau ada blogger yang menyukai situs-situs peninggalan sejarah, di sepanjang perjalanan menuju puncak Penanggungan terdapat candi-candi peninggalan kerajaan Hindu-Budha. Tapi blogger harus lewat jalur pendakian dari Jolotundo. Nanti bakal nemuin bermacam-macam candi seperti Candi Kendalisodo, Candi Merak, Candi Yudha, Candi Pandawa, dan Candi Selokelir.
Puncak Penanggungan 1653 Mdpl
Ane berangkat pukul 13.00 WIB dari Malang-Mojokerto kurang lebih selama 2 jam naik sepeda motor dengan komunitas  yang dinamakan DISTRICT (Ladies Trip Community) hahaha (buat perkumpulan dewe). Anggota yang ikut ada 5 orang cewek (ane, Emil, Dyah, Nadia, dan Mbak Shofi) dan semua naik bawa carrier (kurang keren apa cobak cewek-cewek ini wkwkwk :’v).
Jalur dari Malang ke Trawas, Mojokerto
Kami tiba di pos basecamp Pelawangan pukul 16.00 WIB. Setelah selesai sholat dan packing ulang semua isi carrier, kami mulai perjalanan pendakian pukul 17.00 WIB. Sekitar 15 menit ditengah perjalanan, ada plakat penunjuk arah puncak itu menunjuk belok kiri. Padahal kata temen saya (yang sudah pernah naik Penanggungan), jalan dari basecamp ke bukit bayangan lurus dan terus nanjak tanpa bonus. Awalnya kami agak ragu mengambil jalan persimpangan ini. Namun pas mau balik, kami bertemu satu kelompok cowok pendaki yang juga lewat situ. Jadi kami urung kembali ke jalan persimpangan tadi dan tetap melanjutkan jalan.
Basecamp Pelawangan
Nah tak disangka-sangka, salah satu dari kelompok pendaki tadi itu teman SMP dari salah satu teman DISTRICT (Dyah). Mungkin karena waktu semakin gelap dan tidak tega melihat para cewek-cewek ini naik sendirian, akhirnya kami join bareng jalan menuju puncak. Di sepanjang perjalanan, ragu-ragu menghantui kami untuk mengambil jalan arah mau ke puncak. Karena jalannya nggak biasanya seperti itu. Apalagi pas malam minggu, tentunya kan ada banyak pendaki lain yang harusnya kami temui. But there’s nothing people.
Lewat jalan pintas yang tidak umum (jalan sesat :'v)
Namun perjalanan tetap kami lanjutkan selama kami mengikuti jalan setapak jelas. (Untung saja sih, kami juga dibarengi sama mas-mas ini. Mereka juga membantu bergantian membawa carrier temen saya yang lumayan berat :D). Akhirnya kami ketemu persimpangan jalan normal menuju puncak dimana kami bertemu dengan rombongan ramai pendaki lain. Yaaah intinya, awalnya kami tersesat, tidak mengikuti jalur pendakian pada umumnya.

Pendakian dari basecamp ke puncak bayangan memakan waktu hampir 3 jam lebih. Tiba di puncak bayangan pukul 21.00 WIB kami langsung mencari lahan datar untuk mendirikan tenda. Sekitar pukul 22.00 WIB tenda sudah siap dipakai untuk istirahat sejenak sebelum kami melanjutkan perjalan menuju puncak Pawitra. Dan tak lupa kami masak makanan sebelum istirahat untuk mengisi tenaga.
Persiapan packing barang untuk summit
Setelah istirahat kurang lebih 3 jam, kami siap-siap summit pukul 02.30 WIB. Jalur pendakian dari puncak bayangan ke puncak pawitra terjal, banyak kerikil dan kemiringan gunung hampir 65˚. Jadi ane mencari tumpuan batu kuat untuk merangkak naik. Tapi subhanallah sekali, pemandangan kota Mojokerto dari lereng puncak tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Banyak lampu-lampu berkilauan disertai bulan purnama yang bersinar pada malam itu (pas banget pertengahan bulan hijriah kami muncak).
Guess you can see the moon? It's little bit dark
Pukul 05.00 WIB kami tiba di puncak Pawitra. Bisa dibilang beratus-ratus umat membanjiri puncak pagi itu. Langsung kami mencari spot yang agak sepi untuk menyaksikan matahari terbit (sunrise) dari arah timur. Tidak lain dan tidak bukan langsung kami keluarkan kamera untuk mengabadikan momen indah kala itu. Sempat kabut menyelimuti sekitar pemandangan di Puncak. Tapi lama kelamaan kabut menghilang and the beautiful sun is rising.
Dari puncak Pawitra, kami bisa melihat laut di daerah Pasuruan, lampu-lampu kota (Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan dan Mojokerto) dari arah timur. Dan di arah selatan berdiri gagah dua puncak gunung setinggi 3000an mdpl, yaitu Arjuno dan Welirang.
Awaiting sunrise
Puas foto bersama dan makan cemilan di puncak, kami turun pukul 07.00 WIB. Sekitar pukul 09.00 WIB, kami tiba di tenda puncak bayangan. Masak untuk sarapan dan setelah itu packing semua barang dan tenda, siap-siap untuk turun ke basecamp. Pukul 10.30 WIB, we are ready to go down. Kami turun berlima tanpa teman-teman cowok tadi yang sudah turun dahulu (Iyaa, terima kasih sudah membantu kami sepanjang perjalanan menuju puncak ya, kakak-kakak :D). Selama kurang lebih 3 jam, kami tiba di basecamp pukul 13.00 WIB. Bisa dibilang agak lama, ya maklum juga di perjalanan turun banyak istirahat dan foto-foto :D.
A siluet morning of us :)
Tips untuk mendaki gunung Penanggungan ini, blogger yang pasti ikuti jalurnya (plakat penunjuk arah puncak). Kalau mungkin kejadian kayak saya, ngikutin petunjuk plakat tapi salah jalur. Blogger menunggu aja kelompok pendaki lain yang biasanya akan lewat jalur tersebut. Kalau misalnya tidak ada sama sekali maka sebaiknya blogger kembali ke jalur persimpangan dimana blogger ragu untuk berbelok. Tetap bersama dengan kelompok jangan sampai terpisah. Kalau ada teman kelompok capek, jangan sampai ditinggal. Ada kejadian ya. 3 hari sebelum kami naik, ada pendaki remaja hilang tersesat pada malam hari di gunung ini karena terpisah dari kelompoknya. Akhirnya siang hari diketemukan dengan keadaan lemas tanpa membawa logistik apapun di sekitar pos 3 pendakian. Ingat!! Meski gunung ini jalurnya sudah jelas dan tingginya hanya 1000an mdpl, jangan sekali-kali meremehkan. Mendirikan tenda sebaiknya di puncak bayangan agar beban naik puncak tidak berlebih. Lagipula keadaan di puncak Pawitra berangin kencang pakek banget.
Warna warni tenda di bukit bayangan Penanggungan

O iya sih, sedikit curahan yang dirasakan selama pendakian kami, cewek-cewek berlima. Selain kami bisa belajar mandiri untuk mengepak segala kebutuhan dan peralatan menggunung saat itu. Tak jarang banyak pendaki lain membantu kami dan sempat ketika turun, kami kehabisan air minum/dehidrasi ada kelompok pendaki lain yang menawarkan pundi-pundi simpanan air minum mereka untuk berbagi dengan kami. Disitulah adanya pelajaran positif yang bisa diambil, yaitu pentingnya kebersamaan dan berbagi antar sesama pendaki lain. Meskipun kami tidak saling mengenal.

Hehehe itu ya cerita kali ini tentang gunung Penanggungan. Bisa dibilang gunung ini enak banget dah dan cocok untuk didaki bagi para newbie/pemula. Tapi jangan dikira sampai meremehkan persiapan yang safety ya. Okeee, have a nice climb!!! ^-^
Dekat di mata, jauh di kaki -quote pendaki- :v
Trek kemiringan 65 derajat di lereng Pawitra
Saat sedang berkabut, bukan turun hujan apalagi turun salju :v
Together with friends who meet on our way to the peak
Pose gak jelas di puncak hahaha
"Salam DISTRICT" katanya ;)
Take a rest for a while
Lampu-lampu kota menyertai sambutan hadirnya pagi
Dengan background Arjuno-Welirang
Setelah packing tenda dan isi carrier di puncak bayangan
Yeaah, sommet du mont Penanggungan


jeudi 7 mai 2015

Pendakian Gunung Wilis 2552 Mdpl

Pada tanggal 02 Mei 2015 hari sabtu, ane menghabiskan liburan akhir pekan dengan mendaki salah satu gunung di Jawa Timur, yaitu Gunung Wilis. Gunung ini terletak diantara beberapa kabupaten, yaitu Madiun, Nganjuk, Kediri, Ponorogo, Trenggalek dan Tulung Agung. Untuk memulai pendakian bisa dari salah satu kabupaten tersebut dengan puncak yang berbeda. Sebenarnya Wilis mempunyai 3 puncak. Puncak pertama adalah Puncak Limas (2300mdpl) jalur pendakian dari desa Bajulan, Nganjuk atau Goliman, Kediri. Puncak kedua adalah Puncak Liman (2535mdpl) jalur pendakian via Sedudo, Nganjuk atau Madiun atau Ponorogo. Dan yang terakhir adalah Puncak Wilis (2552mdpl) jalur pendakian via Besuki, Kediri atau Sendang, Tulung Agung atau Trenggalek. Kalau ane kemarin pilih Puncak Wilis yang jalur Sendang, Tulung Agung.
Puncak Wilis 2552 Mdpl
Saya dan 5 teman (Emil, Agus, Anas, Hadi dan Bang Yusuf) berangkat dari Malang pukul 14.00 WIB naik sepeda motor lewat selatan (Malang-> Blitar-> Tulung Agung). Di sepanjang perjalanan, kami diguyur hujan sangat lebat. Tidak menampik ya, bulan Mei masih menampakan cuaca kurang bersahabatnya, mendung dan masih musim hujan. Tapi hal ini tidak menyurutkan niat kami untuk pergi ke atas puncak Wilis. Setelah 6 jam menghabiskan waktu di jalan (ditambah waktu berhenti untuk sholat dan makan di pinggir jalan atau warung), kami sampai di desa Penampihan Kec. Sendang Kab. Tulung Agung. Di desa inilah titik awal (basecamp) ke Puncak Wilis.
Jalur selatan Malang-Tulungagung
Untuk menitipkan sepeda motor, kami harus mengendarai sepeda sampai pucuk jalan desa Penampihan dimana nantinya akan ada sebuah rumah berdiri di tengah-tengah luasnya ladang sayur. Ada pasangan suami istri yang mendiami rumah tersebut. Bapak-Ibu tersebut (lupa tanya nama hehe) sangat ramah. Bahkan ketika kami datang pas malam-malam hari dengan keadaan baju basah kuyup, beliau mempersilahkan kami masuk dan membuatkan kami teh hangat untuk menetralisir  hawa dingin angin malam. Istirahat sejenak untuk sholat dan ganti baju. Ditengah-tengah istirahat sempat juga kami berbincang-bincang dengan beliau. Tentang anak-anaknya, kehidupan bertaninya dan rumah sederhananya. Asal tau aja ya, kabel listrik belum sampai di rumah beliau. Jadi mereka menggunakan sumber energi AKI dan gendset untuk kebutuhan listriknya.
Ini Bapak dan Ibu yang kami titipin sepeda motor :)
Itu tadi sekedar spoiler saja. Oke lanjut ke perjalanan mendaki. Setelah semua persiapan fisik dan logistik rampung, kami langsung berangkat pukul 21.00 WIB. Untuk laporan perijinan pendakian bisa ke Bapak-Ibu itu. Awal pendakian harus melewati ladang sayur milik warga. Kami tidak start dari candi penampihan karena treknya terlalu jauh jika dari tempat kami parkir (Intinya kami motong jalur info pada umumnya, nah jalurnya ini bisa tanya langsung ke Bapak-Ibu tadi).
Peta jalur puncak Wilis
Hati-hati aja kalau malam hari di jalur ladang. Kami sempat tersesat 45 menit di ladang untuk menemukan jalur ke arah pintu rimba. Pintu rimba merupakan titik masuk ke hutan Wilis. Dari sini nanti akan bertemu 2 jalur dimana jalur ke kiri lewat air terjun dan jalur ke kanan lewat hutan-hutan. Kami memilih jalur kanan yang arah hutan. Dari kedua jalur ini sebenarnya sama, nanti akan bertemu di pos persimpangan Watu Godheg.
Pos Watu Godeg
Jalan ke Watu Godheg agak sedikit turun ke lembah. Di pos ini bisa mendirikan tenda sekitar kapasitas 4 orang. Dari Watu Godheg, waktu normal ke puncak sekitar 3 jam. Dalam perjalanan tersebut akan melewati Hutan Cemara I (sekitar 1,5 jam), Hutan Lumut (1 jam), dan Hutan Cemara II (30 menit). Setelah itu langsung puncak Wilis akan tampak.
Agak sedikit kecewa sih ya, pas kami di puncak pukul 10.30 WIB kabut masih menutupi alam sekitar Wilis. Jadinya kami tidak dapat melihat kota Kediri maupun Tulung Agung dari atas.
Makan siang ;)
Kami di puncak kurang lebih 1 jam. Disini tanah datarnya luas, jadi cocok untuk mendirikan tenda. Nah, aktifitas yang jelas wajibnya sampai puncak, tidak lain ya pencitraan foto-foto (hahaha begitulah adanya). Puas pose sana sini, kami makan nasi, snack dan nyeduh kopi.

Setelah itu kami turun tepat pukul 11.30 WIB. Untuk turun gunung tidak memerlukan waktu lama seperti pas muncak. Dari puncak kembali ke Watu Godheg hanya 1 jam. Kemudian dari Watu Godheg ke Pintu Rimba sekitar 1jam 45 menit. Jadi total estimasi waktu turun sekitar 3 jam. Ini berlaku turun tanpa berhenti di tengah jalan.
Tepat pukul 11.30 turun dari puncak
Akhirnya kami sampai di ladang dan terlihat sekali betapa o’on nya kami. Beda sekali ngetrek waktu malam dan siang hari. Kalau siang kami bisa lihat arah awal waktu malam tersesat nggak nemu jalan. Yaaa, merasa lucu aja. Sadar ternyata malam muter-muter tempat yang sama dan jalurnya waktu siang bisa terlihat jelas arahnya.
Keluar Pintu Rimba

Sekedar tips untuk naik gunung ini. Perlu diperhatikan bahwa gunung ini merupakan tipe gunung basah dengan vegetasi tumbuhan yang lebat dan lembab. Jikalau naik seperti ane waktu musim hujan dan malam hari. Persiapan yang perlu dibawa jelas jas hujan, senter atau head lamp, dan jaket. Hati-hati jalan licin habis hujan. Untuk jalur antara pintu rimba dan Watu Godheg perlu waspada. Pacet banyak sekali berkeliaran. Jadi saya sarankan jangan istirahat sambil duduk di sepanjang jalan (takutnya pacetnya masuk badan) dan gunakan sepatu atau sandal gunung disertai kaos kaki untuk meminimalisir pacet yang nempel di kaki. Untuk mendirikan tenda, bisa di Pos Watu Godheg, sebidang tanah datar setelah waktu Godheg (tidak ada sign untuk tempat ini) dan kawasan Puncak. Sepanjang jalur wilis ke puncak, hanya tiga tempat ini yang tanahnya datar dan cukup untuk mendirikan tenda. Yang tidak kalah penting sih ya safety logistic juga sih dan fisik. Gunung ini masih sepi dan jalurnya belum sepenuhnya jelas. Cari terus petunjuk arah Puncak dan jangan mengambil jalan ke bawah, biasanya arah ke tebing.
Plakat penunjuk arah puncak
Tempat Parkir (pukul 21.00) --> Ladang Sayur (45 menit) --> Pintu Rimba dan Hutan (4 jam) --> Pos Watu Godeg (pukul 02.00) --> Mendirikan tenda dan makan (pukul 02.00-04.00) --> Istirahat (pukul 04.00-07.00) --> Hutan Cemara I (1,5 jam) --> Hutan Lumut (1 jam) --> Hutan Cemara II (1 jam) --> Puncak (pukul 10.30) --> Turun Watu Godeg (1 jam/pukul 12.30) --> Packing tenda dan carrier (1 jam/pukul 13.30) --> Turun ke Pintu Rimba (pukul 14.50) --> Ladang sayur (pukul 15.00) --> Tempat parkir (pukul 15.15)

Nah itu tadi sekedar sharing pengalaman naik gunung Wilis dari Penampihan. Hati-hati tersesat ya bloggers karena kawasan hutannya masih alami dan jarang pendakian. Jadi treknya kurang begitu jelas. Tapi tenang saja, selama bloggers mengikuti petunjuk arah yang di pasang oleh salah satu komunitas pendaki daerah tersebut, bloggers akan berada di jalur yang aman. Selamat mencoba pendakian Gunung Wilis. ^_^
Yes, here we are on the peak :)
Setelah packing tenda dan carrier, siap turun!
Trek sebelum Watu Godeg
Camp di Watu Godeg
Lahan datar setelah Watu Godeg
Lahan datar di puncak
Alhamdulillah sampai Puncak Wilis :)